Prof Wiku Adisasmito. Foto: dok covid19goid |
PPKM Mikro diterapkan mulai 9-22 Februari 2021 yang berlaku pada tujuh Provinsi yakni, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali.
“Prinsip PPKM Mikro sebenarnya adalah pembatasan bukan pelarangan. Pembatasannya ini dibuat berskala. Kemudian dengan berjalannya waktu penanganannya semakin berskala kecil dan semakin tersasar,” jelas Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Prof Wiku Bakti Bawono Adisasmito dalam Dialog Produktif bertema PPKM Mikro: Langkah Bersama, Sayangi Indonesia yang diselenggarakan KPCPEN, Rabu (10/2).
Wiku menlanjutkan, pihaknya sudah analisis PPKM jilid I dan II setelah diterapkan di 98 Kabupaten/Kota di Jawa-Bali, di pekan keempat mulai turun penularannya.
Pada akhir pekan ketiga pelaksanaan PPKM, angka kasus aktifnya 16,24%, lalu di akhir pekan keempat turun menjadi 15,23%.
"Kalau diterapkan lebih mikro seperti sekarang, maka akan lebih efektif,” kata Prof Wiku.
Dalam penerapannya, PPKM Mikro membatasi kapasitas kegiatan kantor, rumah makan, dan tempat ibadah hingga 50%.
Untuk kegiatan sekolah dilakukan secara online. Lalu wilayah Desa atau Kelurahan wajib mendirikan posko yang terdiri dari beberapa unsur masyarakat.
Penerapan PPKM Mikro juga menerapkan kebijakan zonasi pengendalian wilayah hingga tingkat RT: zona hijau tidak ada kasus positif, zona kuning apabila ada 1-5 rumah yang terdapat kasus positif.
Kemudian zona oranye apabila ada 6-10 rumah yang terdapat kasus positif, dan zona merah bila lebih dari 10 rumah yang terdapat kasus positif.
Terkait adanya kekhawatiran bahwa PPKM Mikro ini akan menyulitkan pelaku usaha kecil, Prof. Wiku mengatakan pelaku usaha justru lebih diuntungkan dengan kebijakan ini.
Pasalnya, pembatasan aktivitas tidak dilakukan secara luas, jadi potensi untuk melakukan kegiatan ekonomi dan sosial yang aman dari COVID-19 itu bisa dilakukan.
“Ini bentuk mengendalikan COVID-19 yang bukan hanya dari sisi kesehatan tapi juga sosial ekonomi. Intinya kebijakan ini menunjukkan bahwa semua punya peran untuk bekerja dan berkontribusi untuk menyelesaikan pandemi,” seru Prof. Wiku.
Sementara, Dr Safrizal Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri memaparkan indikator penentuan zona ini memang lebih sederhana daripada penentuan zona di level Kabupaten/Kota ataupun Provinsi.
0 comments:
Post a Comment