Sunday, January 24, 2021

UKM Aturan Pesangon dalam PP UU Ciptaker Tak Memberatkan

Pekerja menyelesaikan pembuatan sepatu di Toko Pernas, Kuningan, Jakarta, Jumat (8/1/2021). | AKURAT.CO/Endra Prakoso
Ketua Umum Kolaborasi Masyarakat Usaha Kecil dan Menengah (Komnas UKM) Sutrisno Iwantono mengharapkan aturan pesangon dalam Peraturan Pemerintah (PP) sebagai tindak lanjut Undang-Undang Cipta Kerja tidak memberatkan pengusaha

"Beberapa hari lalu ada lebih dari 10 asosiasi yang menaungi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) berkumpul dan menyampaikan aspirasi melalui Kolaborasi Masyarakat UKM (Komnas UKM) agar peraturan pemerintah (PP) sebagai tindak lanjut dari UU Cipta Kerja tidak menjadi kontra produktif bagi keberadaan UMKM, antara lain soal pesangon," kata Iwantono di Jakarta, Minggu (24/1/2021).

Tentang pesangon itu, kata Iwantono, pengusaha mikro dan kecil menyampaikan keberatan jika diperlakukan sama dengan usaha besar.

Ia mengatakan, dalam draf di Rancangan Peraturan Pemerintah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (RPP PKWT) khususnya Pasal 55, usaha mikro dan kecil diwajibkan membayar hingga 50 persen dari ketentuan yang berlaku bagi usaha besar.

"Ketentuan ini dirasakan sangat memberatkan usaha mikro kecil, karena sudah pasti mereka tidak mampu membayarnya, dan itu sanksinya berat. Karena itulah kita meminta kepada Kemenaker untuk melonggarkan ketentuan ini, yaitu agar bagi usaha mikro dan kecil dilakukan melalui kesepakatan antara pemberi kerja dan pekerja," katanya.

Iwantono mengatakan mereka sudah membicarakan hal itu dengan Kemenkop UKM.

"Saya rasa aspirasi kita sudah ditampung oleh Kemenkop UKM untuk bisa dirundingkan dengan Kemenaker. Mudah-mudahan Kemenkop UKM bisa memfasiltasi hal ini. Kita sedang tunggu apa hasilnya," katanya.

Mengenai aspirasi yang lain, Iwantono mengatakan asosiasi UKM termasuk koperasi sudah melakukan pembahasan berbagai isu dengan diskusi yang alot misalnya soal kriteria UMKM.

Tetapi, katanya, ada titik temu karena Kemenkop UKM cukup akomodatif. Hanya saja, lanjutnya, pembahasan ini memang melibatkan semua pihak termasuk kementerian dan lembaga lain yang terkait, sehingga cukup memakan waktu.

Soal masalah perizinan, Iwantono mengatakan ada kemudahan bagi usaha kecil, dengan prinsip perizinan tunggal. Misalnya diatur antara lain, dalam hal kegiatan usaha yang dilakukan oleh usaha mikro dan usaha kecil memiliki risiko rendah terhadap kesehatan, keamanan, dan keselamatan serta lingkungan, terhadap usaha mikro dan usaha kecil diberikan Nomor Induk Berusaha yang sekaligus berlaku sebagai perizinan tunggal.

Perizinan tunggal sebagaimana dimaksud meliputi perizinan berusaha, Standar Nasional Indonesia, dan sertifikasi jaminan produk halal.

Usaha kecil yang resiko rendah cukup Nomor Induk Berusaha (NIB) sedang yang resiko rendah menengah selain NIB ada pernyataan mengikuti standar usaha.

"Kita berharap nanti di lapangan ini bisa berjalan lancar. Takutnya di daerah membuat kreativitas yang menyulitkan dalam pelaksanaannya." katanya.






Join our webinar "Prepare Your Factory for WFH" pastikan kesiapan teknologi pabrik dalam mencapai transformasi digital di masa pandemi ini - 28 Jan 2021. Daftar segera di EventCerdas.com / https://s.id/epson28jan

0 comments:

Post a Comment