Nur Halimah tak pernah bermimpi akan berada di perhelatan dunia, yakni pertemuan G20. Perempuan yang lahir dan besar di Desa Wedani Cerme, Gresik, Jawa Timur ini adalah lulusan SMK.
Perempuan yang memulai menenun sejak lulus sekolah, dalam sepekan ini berada di area pameran pertemuan G20 di JCC, Jakarta.
Ditemani alat tenun bukan mesin yang dibawa langsung dari desanya, dengan bangga ia menunjukkan cara menenun kain dengan corak berwarna di tengah delegasi yang berhenti sejenak memperhatikannya.
Perjuangan Nur Halimah bukanlah proses yang instan untuk kemudian mampu secara ahli menenun kain. Bersama para perempuan di desanya, ia bergabung menjadi Anggota Koperasi Wedani Giri. Beberapa tahun kemudian ia mampu menghasilkan kain yang dilirik oleh desainer sekelas Christian Dior.
Ia mengungkapkan rasa haru karena dapat berpartisipasi di perhelatan pemimpin ekonomi dunia di mana Indonesia mengemban Presidensi G20 dan mengangkat tema “Recover Together, Recover Stronger."
“Awalnya saya hanya melakukan pekerjaan ini untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tak menyangka pada akhirnya kain-kain ini bisa berkualitas ekspor dan dibeli oleh orang-orang luar negeri. Belum lagi kami juga mendapatkan kesempatan pelatihan dalam program Desa Devisa LPEI yang meningkatkan kualitas produksi dan akses pasar kami,” ujar Nur Halimah dalam siaran pers Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Kamis (17/2/2022).
Nur Halimah juga mengagumi sosok perempuan tangguh lainnya tak terkecuali Menteri Keuangan RI Sri Mulyani. Kekagumannya kepada sosok Sri Mulyani juga dikarenakan beliau merupakan contoh seorang perempuan dengan segudang prestasi.
Bak mimpi menjadi kenyataan, Nur Halimah dipertemukan dengan Sri Mulyani pada ajang pertemuan G20. Saat meninjau ke lokasi booth Rumah Joglo, Nur Halimah mendapat kesempatan menjelaskan cara kerja alat tenun bukan mesin (ATBM) kepada Sri Mulyani dan memandu untuk mempraktikkannya.
“Saya bisa ketemu Menteri Keuangan yang selama ini hanya saya lihat di televisi, malah sekarang bisa berada langsung di samping beliau. Kita harus berusaha untuk mewujudkan mimpi,” tutur Nur Halimah.
Nur Halimah merupakan salah satu dari lebih 2500 petani dan penenun yang menerima manfaat dari program Desa Devisa LPEI. Program pendampingan yang dilaksanakan secara berkelanjutan kepada pelaku usaha dan pengembangan komoditas unggulan suatu daerah dengan tujuan akhir ekspor.
Desa Devisa Tenun Wedani Giri Nata juga ditargetkan mampu melakukan ekspor perdana pada tahun 2022 ini. Ke depan, Program Desa Devisa LPEI ditargetkan dapat direplikasi oleh berbagai wilayah dan komoditas lainnya di Indonesia.
Program Desa Devisa yang digagas Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) sebagai salah satu Special Mission Vehicle (SMV) Kementerian Keuangan RI dalam peningkatan ekspor nasional, pun mendorong pemulihan ekonomi dengan memperkuat pondasi pelaku UMKM binaannya.
Di tengah pandemi global, LPEI terus membangun kapasitas UMKM berorientasi ekspor agar mampu bertahan dan menggarap pasar ekspor non tradisional.
“Kami merasa terhormat atas kesempatan yang diberikan untuk bisa berpartisipasi dalam ajang bersejarah ini. Pada kesempatan ini, kami menampilkan produk dari mitra binaan kami, yang salah satunya merupakan hasil dari Program Desa Devisa berupa kerajinan dan aksesoris perak APIKRI yang berasal dari Bantul, Yogyakarta,” ujar Direktur Eksekutif LPEI Rijani Tirtoso.
Desa Devisa merupakan program pendampingan berkelanjutan kepada pelaku usaha dan pengembangan komoditas unggulan suatu daerah dengan tujuan akhir ekspor. Kerajinan APIKRI telah menjadi Desa Devisa sejak tahun 2020 dan mampu mengekspor produknya ke Belanda, Amerika dan Inggris.
Sumber : https://www.kompas.com/homey/read/2022/02/17/182109376/cerita-perajin-lokal-pamerkan-produk-kerajinan-tangan-di-pertemuan-g20
0 comments:
Post a Comment