Tuesday, March 2, 2021

“Made in Indonesia” Rintis Pintu Ekspor untuk UKM

Ilyas Bhat (kiri), pendiri dan CEO MadeInIndonesia.com. (Foto: Beritasatu)

Sebuah usaha rintisan perdagangan digital (e-commerce) yang bermarkas di Bogor telah memulai proyek yang akan sangat bermanfaat bagi perekonomian nasional jika sukses, yaitu menyediakan portal bagi kelompok usaha kecil dan menengah (UKM) untuk bertemu langsung dengan pembeli di pasar ekspor.

MadeInIndonesia.com, situs perdagangan digital yang diluncurkan April tahun lalu, menyediakan platform bagi UKM untuk menjual produknya kepada pembeli grosir dengan mekanisme business-to-business (B2B), bukan menjual eceran ke konsumen akhir (business-to-consumer) seperti kebanyakan e-commerce lainnya.

“Kami adalah startup ekspor B2B pertama di Indonesia,” kata pendiri sekaligus chief executive officer Made In Indonesia, Ilyas Bhat, dalam pertemuan dengan awak media di Jakarta, Selasa (2/3/2021).

Akhir pekan kemarin, sebuah kelompok usaha menengah binaan startup ini akhirnya bisa melakukan ekspor nanas sebanyak satu kontainer ke Uni Emirat Arab dan mendapatkan komitmen pembelian dengan volume yang sama setiap pekan.

Beberapa hari sebelumnya, sejumlah pelaku usaha kecil di bidang makanan dan kerajinan diberangkatkan oleh Made In Indonesia ke Dubai untuk mengikuti pameran dagang internasional dengan peluang membuat transaksi ekspor dengan pembeli secara langsung.

Tanpa Calo
Situs perdagangan ini memungkinkan UKM dan produsen lain di Indonesia untuk berinteraksi dan bertransaksi langsung dengan pembeli di luar negeri.

Tujuannya memang memangkas mata rantai alur perdagangan lintas negara dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi seperti yang sudah dipraktikkan banyak negara lain.

Proses yang berbelit dan banyaknya pungutan oleh calo atau broker dalam kegiatan ekspor membuat banyak pelaku UKM di Indonesia kesulitan merambah pasar luar negeri.

Ilyas, seorang insinyur informatika, menegaskan bahwa teknologi merupakan faktor paling menentukan atau game changer dalam perdagangan di era modern.

“Dengan teknologi, pasar bisa diperluas ke level yang sangat signifikan,” kata Ilyas saat menjelaskan alasan pendirian perusahaannya.

Sektor UKM merupakan penopang perekonomian nasional tetapi kesempatan mereka untuk menembus pasar ekspor sangat kecil karena minimnya pengetahuan dalam sistem perdagangan global.

Kontribusi UKM di Indonesia kepada penjualan ekspor hanya sekitar 12%, sementara di Tiongkok ekspor oleh UKM memiliki andil di atas 30%, kata Ilyas, yang juga jebolan Harvard Business School.

“Jadi kami hadir untuk memberi solusi lengkap tentang ekspor B2B untuk membantu UKM, memberi mereka know how [pengetahuan] tentang penjualan ekspor,” ujarnya.

Selain itu, menurut klaimnya, Made In Indonesia juga membantu penyediaan kredit ekspor dan jasa pengapalan ke luar negeri.

Belum satu tahun berdiri, startup atau usaha rintisan ini sudah mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk Kementerian Perdagangan dan perusahaan-perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia.

UKM di Indonesia bisa memanfaatkan situs ini untuk menawarkan dan menjual produk pertanian, kerajinan, makanan dan sebagainya ke pasar ekspor.

Profesional
Sepintas, situs MadeInIndonesia.com mirip seperti situs jual-beli lainnya dengan beragam foto produk, harga, dan cara pemesanan.

Namun, seperti dilihat redaksi, banyak fitur khusus di situs tersebut yang memandu pengguna dalam melakukan penjualan ke luar negeri.

Misalnya disebutkan di situ tentang jenis barang yang diatur tata niaga ekspornya, barang yang boleh dan tidak boleh diekspor, dan bea keluar serta cara menghitungnya.

Lalu disebutkan syarat-syarat menjadi eksportir, misalnya harus berbentuk entitas usaha seperti CV, PT, atau koperasi, memiliki surat izin perdagangan, dan lain-lain.

Kesan sebagai portal bisnis global terlihat dari tersedianya sembilan pilihan bahasa berbeda untuk kemudahan akses bagi pebisnis di seluruh dunia.


Selain itu juga tersedia fitur konversi mata uang sesuai keinginan pengguna di dalam dan luar negeri untuk memudahkan kalkulasi.

Nama situs yang sangat mengena ini tidak bisa diperoleh gratis karena sudah jauh hari sebelumnya domain yang sama didaftarkan pihak lain.

Ilyas harus membayar US$ 6.000 untuk mendapat hak atas nama domain tersebut.

Bukan Hanya UKM
Pada dasarnya situs ini merupakan portal perdagangan lintas negara yang terbuka bagi perusahaan mana pun yang beroperasi di Indonesia dan pembeli potensial di luar negeri.

Bukan hanya UKM, mitra MadeInIndonesia.com juga termasuk perusahaan multinasional seperti produsen mobil India Tata dan raksasa otomotif Jerman Mercedes.

Di situs tersebut misalnya terdapat penawaran mesin dan sasis truk Mercedes dengan rentang harga dari Rp 909 juta hingga Rp 2 miliar.


Juga ada Astra Otoparts yang menawarkan suku cadang kendaraan.

“Mitra kami adalah siapa pun yang menjual produk buatan Indonesia. Meskipun brand luar negeri, asalkan dia ‘made in Indonesia’ maka bisa menggunakan situs kami untuk memasarkan produknya,” kata Ilyas.

“Misi kami adalah membuat Indonesia dikenal audiens global karena produknya yang berkualitas,” imbuhnya.

Kendala
Perusahaan ini didirikan ketika wabah Covid-19 sudah terkonfirmasi di Indonesia, dan pandemi global menghantam nyaris semua kegiatan lintas negara termasuk perdagangan.

Made In Indonesia tidak bisa melakukan start dengan mulus akibat pembatasan arus manusia dan barang di berbagai wilayah dunia.

Terbatasnya angkutan barang membuat biaya pengapalan melonjak drastis hingga di atas 200% sehingga sedikit banyak menghalangi lahirnya eksportir baru.

“Dulu ongkos freight per kontainer ke Timur Tengah misalnya hanya US$ 600-an, tetapi sekarang bisa mencapai US$ 3.500 per kontainer,” kata Mutia Safitri yang menjabat general manager sales di Made In Indonesia.

Karena sifatnya B2B, maka pembelian dari luar negeri harus memenuhi batas jumlah tertentu tergantung jenis produknya, bukan eceran. Pengecualian diberlakukan untuk produk yang tidak bisa dijual grosir seperti misalnya benda seni, kata Mutia.

Namun, selama pandemi ini aktivitas mempertemukan produsen Indonesia dengan perusahaan pembeli di luar negeri tetap rutin digelar melalui konferensi video.

“Kami tetap menggelar virtual business meeting bergantian dengan negara tertentu,” kata Ilyas.

Pertemuan seperti ini telah digelar dengan pengusaha dari Mesir, Qatar, dan UEA, dan berikutnya akan dijadwalkan dengan Inggris, yang sekarang gencar menjalin hubungan dagang secara mandiri setelah keluar dari Uni Eropa.

Menurut keterangan perusahaan, sejak berdiri hingga sekarang Made In Indonesia sudah menghasilkan sejumlah kesepakatan bisnis senilai total US$ 10 juta.


0 comments:

Post a Comment