Tuesday, April 2, 2024

Masa Depan Kemitraan E-commerce & Medsos untuk UMKM di Indonesia

 

Empat bulan hampir berlalu sejak investasi perusahaan global TikTok ke perusahaan e-commerce asli Indonesia, Tokopedia. Investasi lebih dari US$ 1,5 miliar atau setara Rp 24 triliun ini adalah respons dari perusahaan global untuk berinvestasi di Indonesia pascakeluarnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 tahun 2023. Beleid yang berlaku sejak 26 September 2023 ini mengatur pemisahan social commerce dan e-commerce.

Permendag 31 betul-betul menjadi jalan tengah pemerintah dalam melakukan pengawasan sekaligus mengakomodasi kemajuan teknologi demi perkembangan bisnis UMKM. Kementerian Perdagangan (Kemendag) pun memberikan waktu bagi TikTok-Tokopedia selama 4 bulan sejak Desember 2023 untuk memigrasikan sistem elektronik, data, hingga transaksi ke Tokopedia.

Mengingat bahwa saat ini masih banyak pemain global, seperti Instagram dan Youtube yang tengah menjajaki bisnis social commerce di Indonesia, model kemitraan TikTok dan Tokopedia menjadi eksperimen pertama dari eksekusi Permendag 31 sehingga pantas menjadi pusat perhatian.

Lantas, dari perspektif teknologi informasi, apakah mungkin pemisahan sistem elektronik terjadi di balik layar tanpa penggunanya harus berpindah aplikasi?

Pertama, kita harus memahami definisi sistem elektronik. Sistem elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengirimkan, dan menyebarkan informasi elektronik.

Di dunia modern yang semuanya serba terhubung seperti sekarang, integrasi sistem-sistem elektronik ini menjadi sangat penting. Dengan adanya konektivitas yang tinggi, berbagai layanan dapat dengan mudah diakses dan diintegrasikan melalui satu platform digital. Hal ini memudahkan pengguna dalam melakukan berbagai aktivitas, seperti perjalanan, pemesanan, dan pembayaran, secara efisien dan terpadu.

Hal ini diwujudkan melalui penggabungan beberapa sistem elektronik untuk dapat bekerja bersamaan, meskipun sistem-sistem itu sebenarnya saling terisolasi dan dikelola oleh departemen berbeda dari satu perusahaan, atau oleh entitas perusahaan yang sama sekali berbeda.

Salah satu contohnya adalah Traveloka yang memberikan berbagai layanan mulai dari reservasi hotel, pemesanan tiket pesawat, tiket kereta api, tiket bus, penyewaan mobil, tiket atraksi, tur, sampai dengan pembayaran yang mudah melalui kartu kredit, debit, dan lain-lain. Semua dilakukan dari satu layar, konsumen tidak perlu login berkali-kali untuk berpindah dari satu layanan ke layanan lainnya.

Padahal Traveloka ini terwujud karena penggabungan beberapa sistem elektronik dari beberapa perusahaan yang berbeda-beda. Seperti reservasi hotel diwujudkan melalui integrasi dengan sistem perhotelan di berbagai kota.

Demikian pula reservasi tiket pesawat diwujudkan oleh integrasi dengan maskapai penerbangan yang berbeda. Antara Traveloka dengan sistem-sistem lain tersebut secara teknis dihubungkan secara terbatas seperlunya saja, sehingga keamanan sistem dan privasi data tetap terjaga.

Contoh lain adalah kasus TikTok-Tokopedia. Sebenarnya secara teknis mirip dengan Traveloka namun dampaknya luar biasa, karena keduanya adalah perusahaan raksasa. Integrasi keduanya berdampak besar terhadap industri di Indonesia.

Kemendag mencoba membatasi dampak ini melalui Permendag Nomor 31. Permendag ini mengatur bahwa perusahaan yang memiliki lisensi social commerce tidak boleh memroses transaksi pembayaran, karena untuk ini diperlukan izin lokapasar (e-commerce).

TikTok-Tokopedia mengatasi ini melalui solusi teknologi, yang memungkinkan etalasi produk dilakukan oleh sistem TikTok, dan transaksi pembayaran dilakukan oleh sistem Tokopedia. Strategi mereka adalah mengutamakan pengalaman konsumen yang tidak dipaksa untuk berpindah-pindah aplikasi.

Kedua, pengalaman konsumen yang mulus ini juga terkait erat dengan keamanan siber. Karena jika konsumen dipaksa untuk pindah dari satu aplikasi ke aplikasi lain untuk menyelesaikan transaksi dapat menimbulkan berbagai risiko siber seperti tertipu iklan palsu sampai salah lompat ke sistem e-commerce tiruan.

Jika konsumen dirugikan, baik penyedia platform media sosial (medsos) maupun e-commerce tidak ada yang mau bertanggung jawab karena transaksi dilakukan di luar platform mereka.

Di luar kedua isu teknis di atas, sebenarnya integrasi sistem yang mulus ini juga berdampak positif tidak hanya bagi konsumen tapi juga bagi UMKM. UMKM akan mendapatkan eksposur lebih luas dalam memasarkan produk di platform baru, gabungan e-commerce dan social commerce.

Apalagi kalau kita mengacu pada data Statistik E-Commerce 2021 dari BPS. Ternyata, lebih dari setengah (54,66%) usaha e-commerce jualan online lewat media sosial (Facebook, Instagram, Twitter). Jadi mayoritas bukan lewat marketplace yang hanya 21,64%. Artinya ini kesempatan bagi pemerintah mendorong UMKM beralih ke marketplace.

Jangan lupa, tahun ini pemerintah menargetkan 30 juta UMKM go digital, naik dari target 2023 sebanyak 24 juta. Dari target itu, data Smesco Kementerian Koperasi dan UMKM mencatat, per Desember 2022 baru 20,76 juta atau 69% yang melek digital.

Dari sisi makro, e-commerce juga diprediksi terus menjadi kontributor utama ekonomi digital dan ujungnya pertumbuhan ekonomi. Riset Google, Temasek, Bain & Company dalam e-Conomy SEA 2023 memprediksi, nilai ekonomi digital Indonesia di 2025 bisa tembus US$ 109 miliar, setara Rp 1.690 triliun, naik 15%, dengan kontribusi terbesar dari e-commerce US$ 82 miliar atau Rp 1.271 triliun.

Adapun bagi pelaku e-commerce, inovasi ini akan membantu mendorong strategi mereka dalam mengejar profit di tengah upaya mereka berinovasi di layanan, fitur, dan model bisnis.

Saat ini Instagram dan Youtube berlomba-lomba untuk mencari ceruk pasar di e-commerce dan juga e-commerce seperti Shopee dan Lazada membuka layanan seperti media sosial melalui live commerce-nya. Tren global menunjukkan media sosial dan e-commerce akan terus mencari bentuk kemitraan yang sesuai.

Indonesia justru mempunyai kesempatan untuk menjadi "role model" di tingkat global dengan menunjukkan keberhasilan kemitraan antara perusahaan media sosial seperti TikTok dan e-commerce seperti Tokopedia demi memberikan manfaat untuk UMKM lokal.

Tentunya kemitraan antarperusahaan media sosial dan e-commerce harus terus dikawal karena semua platform menghadapi tantangan yang sama, khususnya dalam hal penjualan barang impor. Walau penjualan barang impor merupakan isu klasik di Indonesia di pasar ritel online maupun offline, tetapi perusahaan seperti TikTok dan Tokopedia justru dapat berkontribusi untuk meningkatkan daya saing UMKM lokal melalui berbagai pelatihan.

Saya ingat ungkapan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengatakan bahwa kecepatan menjadi modal dalam persaingan antarnegara. Negara cepat akan mengalahkan negara lambat. Bukan lagi negara besar mengalahkan negara kecil, begitu kata Presiden Jokowi. Oleh sebab itu, bagaimana kita bersikap, apakah kita menganggap teknologi itu ancaman atau justru menjadi peluang dalam mengakselerasi pertumbuhan ekonomi.

Sumber: https://www.startsmeup.id/2024/04/masa-depan-kemitraan-e-commerce-medsos.html

0 comments:

Post a Comment