Monday, July 5, 2021

Katalis Digital di Tengah Pembatasan


Bisnis.com, JAKARTA - Sudah lebih setahun pandemi menghantam perekonomian nasional dan sejak itu pula kondisi dunia usaha mengalami tekanan hebat. Meskipun sempat mengalami pelonggaran, pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) kembali diperketat pada 22 Juni 2021 dan bahkan semakin diperketat melalui PPKM Darurat pada 3 Juli 2021 sebagai respon dari lonjakan kasus positif harian Covid-19 beberapa waktu terakhir.

Konsekuensi yang dikuatirkan dari kebijakan ini adalah semakin merosotnya daya beli dan permintaan masyarakat terhadap produk barang dan jasa yang pada gilirannya menurunkan pendapatan para pelaku usaha. Pelemahan daya beli paling dirasakan oleh golongan berpendapatan rendah yang bekerja di sektor informal dan bergantung pada mobilitas manusia, di samping juga para pekerja di sektor formal yang terpaksa dirumahkan atau terkena PHK.

Sebagai gambaran, tak kurang dari 2,56 juta orang kehilangan pekerjaan sepanjang Februari—Agustus 2020. Adapun golongan masyarakat berpendapatan menengah atas yang berkontribusi paling besar terhadap total konsumsi masyarakat cenderung menahan belanja mereka.

Menariknya, walaupun pembatasan sosial akan menunurunkan konsumsi masyarakat secara agregat, konsumsi melalui platform daring justru melonjak. Tren pergeseran transaksi barang dan jasa dari konvensional ke arah platform daring memang sudah terjadi sebelum masa pandemi.

Namun, pembatasan kunjungan ke pusat-pusat perbelanjaan selama masa PPKM semakin mendorong transaksi melalui daring (e-commerce) dan layanan pesan antar oleh perusahaan teknologi transportasi online.

Pilihan berbelanja melalui platform daring selama pandemi tidak lagi hanya didorong oleh faktor kepraktisan dan harga yang lebih murah tetapi juga karena alasan keamanan dari wabah.

Peningkatan transaksi belanja secara daring tersebut khususnya terjadi pada konsumsi untuk barang-barang kebutuhan pokok seperti makanan, minuman maupun kebutuhan harian non-makanan.

Selama diberlakukannya PSBB pada triwulan II/2020, jumlah konsumen yang baru pertama kali berbelanja melalui daring meningkat 51%. Nilai penjualan e-commerce mencapai Rp36 triliun atau meningkat 26% dibandingkan dengan triwulan II/2019.

Jumlah transaksi harian meningkat dari 3,1 juta pada triwulan II/2019 menjadi 4,8 juta. Sementara dari sisi volume, penjualan melalui daring melonjak 5—10 kali lipat.

Pergeseran pola belanja masyarakat ini ternyata tidak hanya mendorong pelaku usaha khususnya UMKM untuk bermigrasi dari sistem penjualan secara konvensional menuju transaksi menggunakan platform daring tetapi juga menggunakan uang elektronik sebagai alat pembayaran alternatif.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh CORE Indonesia bersama dengan OVO terhadap 2.000 pelaku UMKM di 12 kota besar di Indonesia pada Desember 2020—Januari 2021, penggunaan uang elektronik terbukti mampu membantu bisnis UMKM, khususnya skala mikro dan nano untuk dapat bertahan di tengah pandemi.

Sebanyak 82% dari UMKM yang disurvei merasa terbantu dengan adanya ekosistem digital, yakni meliputi uang elektronik, e-commerce maupun layanan transportasi online. Setidaknya 70% dari pelaku UMKM tersebut menyatakan ekosistem digital membantu meningkatkan penjualan produk mereka selama pandemi.

Memang, 85% dari UMKM yang disurvei mengalami penurunan pendapatan sejak adanya pandemi. Namun di sisi lain, 84% di antara mereka menyatakan pembayaran dengan menggunakan uang elektronik telah membantu mereka bertahan selama pandemi.

Manfaat terbesar yang mereka rasakan dengan menggunakan uang elektronik adalah terpenuhinya kebutuhan konsumen yang ingin membeli produk mereka secara nontunai, sehingga tidak harus menyentuh uang.

Selain itu, dengan menggunakan uang elektronik, pelaku UMKM juga merasa terbantu dalam pemasaran produk mereka secara daring. Fakta ini tentunya menunjukkan pentingnya peran teknologi digital dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi dunia usaha, khususnya UMKM.

Tak dapat dipungkiri pandemi telah menjadi katalis bagi penggunaan teknologi digital dalam dunia dunia usaha. Kemampuan pelaku usaha untuk beradaptasi terhadap tren digitalisasi menjadi sangat penting.

Tidak hanya untuk bertahan selama pemberlakuan PPKM tetapi juga untuk pemulihan dalam jangka lebih panjang. Pasalnya, tren digitalisasi diprediksi terus berlanjut sejalan dengan semakin meningkatnya literasi masyarakat dan pelaku usaha terhadap manfaat penggunaan platform digital.

Sebagian konsumen yang baru mulai berbelanja melalui daring selama pandemi diperkirakan terus menggunakan platform daring dalam memenuhi paling tidak sebagian dari kebutuhan mereka.

Pergeseran perilaku konsumen ini semakin dikatalisasi pula oleh menjamurnya fasilitas pembayaran elektronik yang juga gencar mengadakan promosi untuk menarik konsumen bertransaksi secara nontunai.

Di sinilah peran pemerintah menjadi sangat krusial, khususnya dalam mendorong usaha mikro dan kecil agar dapat lebih kompetitif dan memanfaatkan semaksimal mungkin peluang bisnis dari tren digitalisasi. Salah satu yang krusial di antaranya adalah meningkatkan keamanan transaksi digital dari bahaya cybercrime dan penyalahgunaan data.

Sumber : https://ekonomi.bisnis.com/read/20210706/9/1414203/katalis-digital-di-tengah-pembatasan 

0 comments:

Post a Comment