Tasmilah (Foto: Istimewa) |
Berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS) 2020 mengenai dampak Covid-19 terhadap pelaku usaha, ditemukan penurunan pendapatan paling banyak yang terjadi di Provinsi Bali (92,18%), DIY (89,69%), DKI Jakarta (86,55%), dan Provinsi Banten (86,55%). Empat provinsi tersebut mengalami perpanjangan PPKM bersama dengan tiga provinsi lainnya di Pulau Jawa.
Pembatasan jam operasional hingga pembatasan jumlah pengunjung selama PPKM secara otomatis akan menurunkan pendapatan. Sektor yang paling terdampak pandemi korona (Covid-19) ini adalah transportasi dan pergudangan serta sektor penyediaan akomodasi dan makan minum. Kedua sektor tersebut tidak hanya mengalami kontraksi yang parah pada 2020, tetapi juga pengurangan tenaga kerja hingga 90.000 orang. Sampai dengan triwulan III/2020, penyediaan akomodasi dan makan minum mengalami kontraksi atau penurunan 10,71%. Adapun sektor transportasi dan pergudangan mengalami kontraksi hingga 15,61%. Berdasarkan survei dampak Covid-19, sebanyak 92,47% usaha akomodasi dan makan minum mengalami penurunan pendapatan, sedangkan untuk transportasi dan pergudangan 90,34% mengalami penurunan pendapatan.
Dampak Covid-19 terhadap UMK paling besar terjadi pada penurunan pendapatan bagi 84,20% UMK di Indonesia. Persentase ini lebih besar jika dibandingkan dengan usaha menengah besar (UMB). Selain itu 78,35% UMK mengalami penurunan permintaan karena pelanggan juga terdampak Covid-19. Ada 62,21% UMK mengalami kendala keuangan terkait pegawai dan operasional yang berakibat pada 33,23% UMK yang mengurangi jumlah pegawai.
Upaya untuk membangkitkan UMKM adalah dengan mendorong permintaan penduduk dan pemanfaatan teknologi digital agar mampu bertahan di tengah pandemi. Mendorong permintaan penduduk dilakukan pemerintah dengan memperpanjang pemberian bantuan sosial tunai pada 2021. Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, pada 2021 pemerintah menganggarkan bantuan sosial tunai sebesar Rp12 triliun untuk 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM) masing-masing Rp300.000 selama empat bulan. Adapun untuk bantuan langsung tunai (BLT) dana desa pemerintah menganggarkan Rp14,4 triliun untuk 12 bulan.
Selain mengalami penurunan nominal, bantuan sosial tunai dalam anggaran tersebut hanya diberikan selama empat bulan. Harapannya bantuan sosial tunai dapat diperpanjang sebagaimana BLT dana desa yang mencapai 12 bulan. Hal ini mengingat proses vaksinasi seluruh penduduk diperkirakan baru akan selesai pada tahun depan. Akibatnya kegiatan ekonomi belum bisa pulih sepenuhnya karena harus menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
Mendorong penjualan oleh UMKM secara daring akan meningkatkan transaksi di masa pandemi ini yang mensyaratkan menjaga jarak dan pembatasan jam operasional yang ketat. Akan tetapi, berdasarkan hasil sensus ekonomi lanjutan yang dilakukan pada 2017, sebagian besar usaha mikro kecil di Indonesia belum menggunakan internet. Usaha mikro kecil yang telah menggunakan internet hanya 9,76%. Padahal menurut survei dampak Covid-19 diperoleh temuan menarik bahwa perusahaan yang sudah melakukan pemasaran via daring sebelum pandemi memiliki pendapatan 1,14 kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan perusahaan yang baru melakukan pemasaran daring saat pandemi.
Berdasarkan hasil survei dampak Covid-19, kebutuhan yang paling banyak diperlukan oleh usaha mikro kecil adalah bantuan modal usaha, keringanan tagihan listrik, dan relaksasi/penundaan pembayaran pinjaman. Hal ini direspons pemerintah dengan melanjutkan program dukungan UMKM berupa program subsidi bunga, dukungan pembiayaan, dan penjaminan. Anggaran untuk program dukungan UMKM pada 2021 mencapai Rp48,8 triliun yang menyasar usaha mikro. Dengan bantuan Rp2,4 juta, jumlah usaha yang dapat dijangkau oleh bantuan produktif tersebut sekitar 20 juta unit usaha. Padahal jumlah usaha mikro di Indonesia menurut data Kementerian Koperasi dan UKM mencapai lebih dari 63 juta unit atau 98,68% dari seluruh usaha di Indonesia. Sehingga masih banyak usaha mikro kecil yang belum memperoleh bantuan modal usaha di tengah pandemi Covid-19.
Upaya pemerintah pusat dalam mempercepat pemulihan ekonomi di atas harus diikuti pula oleh pemerintah daerah. Optimalisasi anggaran daerah untuk pemulihan ekonomi masyarakat sangat diperlukan. Berkaca pada tahun sebelumnya, menurut Kementerian Keuangan, hingga November 2020 masih ada Rp218,8 triliun dana pemerintah daerah yang menganggur di perbankan. Menurut Menteri Keuangan dalam konferensi pers awal tahun ini, hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah daerah belum bisa mengoptimalkan belanja, terutama untuk penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi.
Pada 2020, pemerintah daerah memiliki alokasi belanja untuk jaring pengaman sosial hingga Rp22,1 triliun, sedangkan yang tereksekusi hingga November baru Rp14,7 triliun. Demikian juga bantuan untuk UMKM dan dukungan ekonomi dianggarkan pemerintah daerah senilai Rp6,74 triliun dan baru terserap Rp2,9 triliun. Dengan kenyataan tersebut perlu perencanaan untuk mengoptimalkan anggaran daerah demi mendorong pemulihan UMKM dan meningkatkan kesejahteraan penduduk.
Terakhir yang tidak kalah penting adalah bahwa kesehatan harus tetap diutamakan, semakin cepat pandemi bisa dikendalikan maka semakin cepat pula perekonomian bisa kembali pulih. Diperlukan kesadaran dari masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan, sehingga upaya PPKM berdampak terhadap penurunan penyebaran Covid-19. Kebijakan PPKM yang tidak dibarengi dengan penerapan protokol kesehatan hanya semakin memperparah kinerja UMKM. Hal ini karena tidak menutup kemungkinan PPKM atau pembatasan lainnya akan terus dilakukan secara berulang dan lebih ketat sehingga memperburuk kondisi perekonomian, terutama pelaku UMKM.
sumber : https://nasional.sindonews.com/read/346920/18/dampak-ppkm-bagi-umkm-1614254551
0 comments:
Post a Comment