USAHA mikro kecil dan menengah (UMKM) harus diakui sebagai pelaku ekonomi yang penting di Indonesia. Data menunjukkan mayoritas pelaku usaha di Indonesia adalah UMKM. Jika dirinci maka pelaku usaha di Indonesia terdiri dari usaha mikro 98,70 persen, usaha kecil 1,20 persen, usaha menengah sebesar 0,09 persen, dan usaha besar hanya 0,01 persen. Pada 2023, sumbangan UMKM terhadap Pendapatan Nasional Bruto (PDB) juga cukup besar, yaitu 61 persen atau setara Rp 9.580 triliun.
Sumbangan penting yang lain adalah dalam hal penyerapan tenaga kerja sebesar 97 persen atau sekitar 117 juta pekerja dari keseluruhan tenaga kerja. Berdasarkan perkiraan Kementerian Koperasi dan UKM, nilai ekonomi digital UMKM dapat mencapai Rp 4.531 triliun pada 2030, mengingat potensi peningkatan akses pasar yang lebih luas dalam ekosistem digital.
Digitalisasi memudahkan transaksi bagi masyarakat dan UMKM
Bagi masyarakat atau konsumen dan UMKM, digitalisasi dan pemanfaatan e-commerce memiliki beberapa keuntungan.
Pertama, praktis karena dengan sistem pembayaran digital maka konsumen dan juga pelaku UMKM tidak perlu menggunakan uang tunai sehingga memudahkan transaksi ketika berbelanja online. Pembayaran juga dilakukan dengan nominal yang sesuai tagihan sehingga tidak repot mencari uang kembalian. Kedua, digitalisasi juga menghindari berbagai risiko bagi masyarakat atau konsumen ketika membawa uang tunai, seperti hilang, rusak, adanya uang palsu, dan risiko yang lain.
Ketiga, digitalisasi bagi masyarakat sebagai konsumen dan pelaku UMKM mampu mempercepat transaksi jual beli karena membuka akses terhadap metode pembayaran. Selain itu, pengiriman barang ke konsumen juga semakin cepat dengan semakin mudahnya akses ke layanan logistik. Keempat, UMKM dapat merambah ke pasar generasi milenial atau generasi muda. Melakukan transaksi digital bagi generasi muda atau milenial telah menjadi gaya hidup, sehingga UMKM yang sudah berdigitalisasi dapat menarik perhatian audiens yang lebih muda. Kelima, memanfaatkan e-commerce yang berbasis teknologi digital memungkinkan UMKM untuk menjangkau pasar yang sangat luas, bahkan sampai pasar global.
Dengan begitu, kinerja atau performa bisnisnya semakin meningkat. Kesiapan UMKM go digital Lalu, bagaimana perkembangan digitalisasi keuangan UMKM sampai saat ini? Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki menyatakan bahwa saat ini baru 13 persen atau 8 juta UMKM yang terhubung online, sedangkan sebanyak 87 persen UMKM masih beroperasi secara offline. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menargetkan sebanyak 30 juta pelaku UMKM di Indonesia bisa masuk ke ekosistem digital (on-board) pada 2024. Di sisi lain, Teten mengatakan bahwa UMKM yang sudah melakukan digitalisasi pun ada yang berhenti di tengah jalan.
Menurut Teten, UMKM yang telah go digital dan bisa bertahan hanya sekitar 4 sampai 10 persen. Hal senada diungkapkan Ketua Kelompok Riset Knowledge Based Economy Pusat Riset Ekonomi Makro dan Keuangan BRIN, Bahtiar Rifai yang mengungkapkan kesiapan UMKM lokal saat ini masih dalam level pembelajar (learner).
“Pelaku usaha hanya memanfaatkan teknologi digital untuk pemasaran melalui media sosial dan transaksi e-commerce tanpa dibarengi dengan pemanfaatan lebih lanjut, serta inovasi,” ungkap Bahtiar Rifai [Kompas.com, 15/2/2024]. Dia menegaskan, penguatan kemampuan UMKM dalam melakukan digitalisasi masih dibutuhkan. “Penguatan kapasitas dan daya saing UMKM menuju Industri 4.0 dapat dilakukan melalui digital entrepreneur, digital financial literacy, digital skills and learning untuk penumbuhan digital innovation," jelas Bahtiar.
Ada beberapa hambatan UMKM dalam melakukan digitalisasi. Pertama, keterampilan dan pemahaman di bidang digital yang masih kurang. Hal ini dapat dimaklumi karena sebagian besar UMKM berangkat dari usaha sederhana yang dikelola secara konvensional atau offline. Kedua, kurangnya edukasi mengenai fitur dan layanan yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku UMKM dalam platform e-commerce, yang merupakan salah satu platform utama bagi UMKM yang ingin berjualan online.
Ketiga, kapasitas produksi UMKM yang masih terbatas. Melakukan digitalisasi dalam keuangan ataupun bisnis harus siap dengan produksi dalam skala besar karena pasarnya tidak hanya di sekitar mereka, tetapi juga di seluruh Indonesia dan bahkan dapat menjamah pasar global. Sementara, ada banyak UMKM yang skala produksinya terbatas karena keterbatasan modal.
Keempat, ketatnya persaingan di bisnis dan keuangan yang didigitalisasi. Hal ini menyebabkan sering kali UMKM yang akan masuk ke bisnis dan keuangan yang didigitalisasi merasa minder atau takut karena harus bersaing dengan usaha besar yang sudah lama eksis dan punya citra produk yang bagus. Kelima, masih belum optimalnya infrastruktur pendukung untuk digitalisasi pada umumnya dan untuk UMKM pada khususnya. Berdasarkan survei The Economist Intelligence Unit (EIU) kecepatan internet seluler di Indonesia lebih lambat daripada rata-rata kecepatan internet seluler di negara Asia.
Solusi dan peran penyelenggara e-commerce Untuk mempersiapkan digitalisasi UMKM, seluruh ekosistem ekonomi digital perlu bekerja sama dalam perencanaan kebijakan untuk mengatasi permasalahan atau hambatan UMKM dalam pemanfaatan platform digital dan e-commerce. Ada beberapa solusi dan dukungan dari pihak penyelenggaraan platform digital dan e-commerce antara lain: Pertama, platform digital dan penyelenggara e-commerce kini telah menyediakan fitur-fitur yang lebih mudah dipahami dan digunakan oleh pengguna (user-friendly), khususnya UMKM.
Dengan demikian akan semakin banyak UMKM yang menggunakan platform e-commerce. Kedua, keunggulan E-commerce menawarkan berbagai rekomendasi produk, dan upselling dengan berbagai promo relevan tidak saja memberikan pengalaman belanja menyenangkan bagi pembeli, tetapi juga membantu meningkatkan penjualan UMKM dengan menawarkan produk yang relevan kepada pelanggan sesuai dengan pola pencariannya.
Banyaknya ragam promosi yang ditawarkan misalnya diskon, voucher, dan gratis ongkos kirim yang menarik bagi masyarakat untuk berbelanja. Ketiga, faktor-faktor selain promosi tampaknya juga kini merupakan daya tarik bagi masyarakat atau konsumen untuk berbelanja di e-commerce. Sebuah survei yang dilakukan oleh Populix pada 2023 menunjukkan bahwa e-commerce yang dipilih konsumen untuk berbelanja adalah yang dianggap unggul dalam tiga hal teratas, yaitu hemat waktu dan tenaga, gratis ongkos kirim, dan harga lebih murah dari toko offline.
Keempat, platform digital dan e-commerce kini juga telah menyediakan fitur-fitur yang kian beragam guna membantu UMKM dalam melakukan evaluasi dan analisis dalam penjualan produk mereka, di antaranya: Seller Center atau dasbor penjual untuk mengetahui data performa toko yang sering kali juga dilengkapi dengan insights pasar terbaru, layanan chatbot untuk menjawab pertanyaan dari pelanggan dan mempermudah operasional bisnis, dan fitur livestream untuk meningkatkan interaksi dengan pelanggan. Beragam fitur yang diberikan e-commerce tersebut di sisi lain, perlu diimbangi dengan kemampuan UMKM dalam menggunakan berbagai fasilitas tersebut.
Solusi oleh pemangku kepentingan ekosistem ekonomi digital Untuk mempercepat perkembangan keterampilan UMKM dalam menggunakan layanan dan platform digital, ada beberapa solusi yang bisa dilakukan oleh para pemangku kepentingan selain penyelenggara e-commerce, yaitu Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Departemen dan Dinas Koperasi dan UMKM, serta Universitas. Pertama, dengan melakukan sosialisasi dan pendampingan kepada UMKM untuk melakukan digitalisasi bisnis dan keuangannya.
Seperti yang dilakukan oleh BI dalam sosialisasi QRIS, perlu juga dilakukan edukasi terhadap standarisasi pembayaran menggunakan metode QR Code secara masif kepada masyarakat dan juga UMKM.
Untuk mencapai hal tersebut, dibutuhkan sinergi berbagai pihak untuk melakukan sosialisasi dan pendampingan digitalisasi kepada UMKM, baik dari Kementerian dan Dinas UMKM, BI, universitas, perbankan, OJK, dan masyarakat atau LSM. Kedua, perlu peraturan OJK dan mungkin juga BI seperti yang pernah diwacanakan Teten Masduki untuk “memaksa” UMKM melakukan digitalisasi, di antaranya, memasukkan digitalisasi laporan keuangan UMKM sebagai syarat mendapatkan kredit bank.
Hal ini akan memberikan insentif bagi UMKM untuk melakukan digitalisasi. Tentu juga harus dilakukan pendampingan. Kerja sama yang bisa dilakukan dengan universitas atau perguruan tinggi contohnya adalah dalam literasi digital bagi UMKM agar mengetahui seluk beluk penggunaan teknologi digital. Hal tersebut harus disertai dengan pendampingan agar UMKM benar-benar siap menggunakan teknologi digital.
Di samping itu, pendampingan dalam pengelolaan usaha UMKM juga perlu dilakukan, di mana beberapa universitas sudah tersedia Laboratorium Kewirausahaan yang siap melakukan pendampingan bagi UMKM. Ketiga, bantuan-bantuan lain seperti kemudahan mendapatkan kredit dengan bunga yang terjangkau bagi UMKM karena adanya subsidi bunga. Contoh kredit seperti itu adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang sudah ada dan tetap perlu dilanjutkan.
Kredit mudah dan murah seperti KUR tersebut sangat membantu UMKM untuk memperbesar kapasitas produksinya untuk menjawab potensi meningkatnya penjualan yang disebabkan oleh pasar yang lebih luas berkat digitalisasi. Keempat, dalam menghadapi persaingan dengan usaha besar di dunia digital memungkinkan UMKM bekerja sama dengan usaha besar atau bisa memproduksi produk yang spesifik yang tidak diproduksi oleh usaha besar.
Kolaborasi kreatif dengan tokoh terkenal juga bisa menjadi pilihan dalam menghadapi kompetisi dan mengembangkan usahanya. Kelima, program perbaikan terhadap keterjangkauan jaringan internet dan peningkatan kecepatan akses internet tentu perlu terus dilakukan.
Program tersebut antara lain sudah berhasil meluncurkan satelit Palapa Ring Barat, Tengah dan Timur serta Satria-1 untuk meningkatkan keterjangkauan dan kecepatan akses internet di seluruh wilayah Indonesia (24/10/2023). Terakhir dan tidak kalah penting adalah keharusan bagi UMKM dalam melakukan Upskilling, atau pengembangan keterampilan. Hal ini menjadi kunci bagi UMKM untuk dapat memanfaatkan peluang di era digital dan e-commerce.
Beberapa langkah strategis untuk melakukan upskilling UMKM di era digital dan e-commerce antara lain membekali UMKM dalam memahami tren dan perilaku konsumen digital dan penerapannya dalam strategi bisnis mereka, mulai dari teknik SEO, SEM, copy writing, dan pemasaran lewat media sosial. Penguasaan dasar-dasar e-commerce, seperti membuat toko online, mengelola produk, dan memproses pembayaran, hingga penggunaan berbagai fitur pendukung dalam e-commerce dapat membantu UMKM memanfaatkan kolaborasi bersama e-commerce secara optimal.
Memperkuat pengetahuan tentang manajemen keuangan, akuntansi, dan operasional bisnis, manajemen tim serta kemampuan soft skills, seperti komunikasi, negosiasi, dan problem solving, juga menjadi bentuk upskilling UMKM yang tidak kalah penting. Dengan membekali diri dengan pengetahuan dan kemampuan baru, diharapkan UMKM dapat meningkatkan daya saing dan memenangkan persaingan. Memanfaatkan berbagai program pelatihan yang ditawarkan platform e-commerce pun juga bisa menjadi pilihan mudah untuk UMKM mengejar upskilling.
Sumber: https://money.kompas.com/read/2024/06/13/113300926/peran-layanan-e-commerce-dan-pemangku-kepentingan-lain-dalam-mendorong-umkm
0 comments:
Post a Comment