Sunday, July 11, 2021
Menjaga Resiliensi UMKM dan Koperasi
JAKARTA - Muhammad Abdullah Syukri
Ketua Umum PB PMII 2021-2024
SEKTOR koperasi dan UMKM menjadi salah satu penopang ekonomi nasional. Setidaknya terdapat lebih dari 64 juta unit UMKM yang berkontribusi terhadap total tenaga kerja dan 60 persen PDB nasional. Oleh sebab itu, memperkuat daya ungkit UMKM dan koperasi adalah prioritas utama untuk memastikan rotasi ekonomi stabil dan keberlanjutan ditengah pandemi yang tak kunjung usai.
Kondisi ini tampaknya agak mirip dengan badai krisis moneter yang pernah menghantam lebih dari 22 tahun lalu, ketika itu sektor koperasi dan UMKM menjadi penumpu kebangkitan ekonomi Indonesia. Ketika perusahaan dan pemodal besar ambruk lantaran ketergantungan yang besar pada perbankan yang krisis, UMKM yang mandiri demikian fleksibel menggerakkan arus ekonomi Indonesia di level terbawah.
Namun, yang menjadi kekhawatiran saat ini adalah situasi krisis akibat pandemi Covid 19 justru menghantam mereka yang berbeda di sektor riil dengan amat keras. Banyak UMKM dan koperasi tiba-tiba jatuh berguguran. Utamanya mereka yang tak terhubung langsung dengan teknologi digital.
Kementerian Koperasi dan UKM dalam dua bulan sejak awal terjadi pandemi di Indonesia menerima aduan dari sebanyak 163.713 UMKM dan 1.785 koperasi yang melaporkan diri secara langsung terdampak. Turunnya permintaan secara signifikan menjadi permasalahan utama dari aduan yang diterima oleh Kementerian Koperasi dan UKM. Arahan pemerintah untuk bekerja dari rumah, belajar di rumah, dan beribadah di rumah secara langsung mengurangi kesempatan UMKM untuk menjalankan aktivitas ekonominya.
Dilema Koperasi
Koperasi juga mengalami kemandekan dan semakin tidak populer di kalangan milenial. Koperasi yang terdaftar sekitar 123.048 (2019) dan hampir 60 persennya bergerak di usaha simpan pinjam. Sumbangan koperasi terhadap PDB juga hanya 5,54 persen. Koperasi belum berperan signifikan menjadi penghela usaha kecil dan perorangan. Slogan koperasi sebagai “soko guru” perekonomian nasional masih merupakan sebuah cita-cita luhur yang harus diperjuangkan.
Di sisi lain, angka pengangguran cukup besar, 6,9 juta orang, belum termasuk pengangguran baru akibat pandemi Covid-19. Indonesia setiap tahun harus menyediakan lapangan kerja sedikitnya untuk 3 juta Angkatan kerja baru. Rata-rata angka pertumbuhan ekonomi 5 persen dalam lima tahun terakhir jelas tidak cukup memadai untuk menyediakan lapangan kerja di Indonesia.
Koperasi belum menjadi pilihan utama masyarakat dalam memperbesar kapasitas usahanya. Ekonomi rakyat lebih memilih bergerak secara perorangan daripada berkelompok dalam skala ekonomi.
Di banyak negara dengan perkembangan koperasi yang baik, seperti Finlandia, Australia, dan Amerika Serikat, pembentukan koperasi cukup lima orang. Di Inggris, Denmark, dan Belgia tiga orang. Bahkan, di Belanda hanya dua orang. Muhammad Halilintar (2018) dalam tulisannya, Cooperatives and Economic Growth in Indonesia, menemukan lima komponen yang mempengaruhi pertumbuhan koperasi di Indonesia. Pengaruh human capital lebih besar ketimbang empat faktor lainnya, masing-masing adalah money capital, knowledge capital, social capital, dan economic system.
Pelbagai kemudahan harus diberikan untuk memperbesar keterlibatan generasi muda membangun bisnis koperasi dan merespon peluang usaha yang serba digital dewasa ini. Sebagaimana Aliansi Koperasi Internasional (ICA) telah meluncurkan program Global Cooperative Entrepreneurs yang memberikan ruang luas bagi anak-anak muda untuk bereksperimen dan berinovasi menjawab tantangan zaman, seperti climate change, migrasi, transformasi, ataupun otomasi dalam bekerja.
Transformasi UMKM dan Koperasi
Akselerasi digitalisasi UMKM dan koperasi menjadi bagian besar dari proyek UU Cipta Kerja untuk menghadirkan inovasi dan produktivitas. Saat ini UMKM yang telah terhubung ke ekosistem digital baru mencapai 16 persen atau sekitar 10,25 juta pelaku usaha.
Nilai transaksi ekonomi digital Indonesia terbesar di Asia Tenggara dan diproyeksikan mencapai Rp 1.826 triliun pada 2025. Saat ini sebagian besar wilayah Indonesia relatif sudah bisa diakses oleh perdagangan digital. Dan, telah banyak inovasi platform digital baik dalam skala nasional maupun daerah atau captive market tertentu. Apalagi, UMKM yang sudah terhubung dalam ekosistem digital terbukti dapat bertahan di era pandemi. Tren ini diperkirakan akan terus meningkat pasca Covid-19.
Selain persoalan digitalisasi, model pengembangan usaha mikro dan kecil memiliki potensi untuk naik kelas melalui inkubasi bisnis. Pilihan ini tepat guna menghadirkan UMKM masa depan yang sanggup bersaing di pasar domestik dan global.
Sisi lain, konsolidasi ekonomi rakyat melalui koperasi penting untuk menjaga perekonomian domestik. Selama ini, kontribusi bisnis koperasi sebagian besar di sektor keuangan. Karena itu, seharusnya juga ada proses transformasi dan restrukturisasi secara kelembagaan koperasi serta pengembangan bidang usaha koperasi. Misalnya dapat dimulai dari pengembangan produksi produk-produk yang selama ini masih diimpor dengan melibatkan koperasi.
Konsep koperasi ke depan seharusnya sudah multipihak. Koperasi pun dapat membangun kekuatan ekonomi rakyat, memberikan kesempatan kerja, dan mampu menyubstitusi produk yang masih diimpor.
Pandemi seyogianya tak melulu bercerita tentang keterpurukan, melainkan sebagai kisah mengenai kekuatan untuk bangkit dan bertahan. Terlebih bahwa koperasi dan UMKM adalah tulang punggung perekonomian bangsa. Ikhtiar kebangsaan untuk memperkuat UMKM dan koperasi tidak boleh berhenti, pelbagai terobosan kreatif dan inovatif harus selalu dimunculkan dalam rangka menjaga ketahanan ekonomi di tengah badai pandemi.
Sumber : https://nasional.sindonews.com/read/480436/18/menjaga-resiliensi-umkm-dan-koperasi-1626059246/14
0 comments:
Post a Comment