AKURAT.CO Rencana Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi membatasi kuota barang impor antara untuk melindungi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dari praktek predatory pricing penjual asing, malah bisa berbalik dan berpotensi melukai UMKM.
"Kebijakan proteksionisme dan diskriminasi berlebihan terhadap produk asing justru dapat berdampak negatif, baik kepada konsumen maupun UMKM, khususnya para pedagang eceran yang mengandalkan pendapatan mereka pada penjualan produk impor," Ungkap Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Thomas Dewaranu lewat keterangan tertulisnya, Minggu (9/5/2021).
Rencana pembatasan kuota barang impor akan dilakukan melalui merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 / 2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha.
Meskipun belum ada kepastian perihal pasal-pasal yang akan direvisi, terdapat indikasi bahwa perubahan akan dipusatkan pada isu hak kekayaan intelektual dan penetapan batas maksimal bagi produk asing yang diperdagangkan di pasar online.
Sebelum membahas opsi kebijakan yang tersedia, Kementerian Perdagangan (Kemendag) bersama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) perlu lebih dahulu memvalidasi isu tarif predator (predatory pricing) penjual asing yang menjadi dasar pertimbangan rencana revisi Permendag ini.
Ini perlu dilakukan mengingat sangat sulit menentukan apakah harga jual murah sebuah produk disebabkan oleh praktik tarif predator atau memang karena sistem produksi yang efisien.
Thomas mengatakan revisi Permendag perlu memperjelas perbedaan antara peredaran barang impor dan transaksi jual-beli lintas negara di pasar digital.
Data Kementerian Perindustrian, dan studi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memperlihatkan 90 persen barang yang diperjualbelikan di pasar online merupakan produk impor.
Namun, beberapa marketplace besar mengatakan bahwa sejauh ini transaksi dalam negeri masih mendominasi aktivitas perdagangan di platform mereka. Hal ini menunjukkan bahwa peredaran barang impor di pasar online Indonesia hampir seluruhnya dilakukan oleh retailer UMKM lokal dan bukan oleh penjual internasional melalui transaksi lintas negara.
Dengan demikian, pembatasan jumlah peredaran barang asing di pasar online sangat mungkin hanya akan melukai retailer lokal yang bergantung pada produk impor sebagai komoditas utama usaha mereka.
“Selain itu, perlu diingat bahwa produk lintas negara yang ditransaksikan secara online juga telah dibebankan bea masuk dan pajak pertambahan nilai (PPN). Jika sebelumnya terdapat kelonggaran bea masuk terhadap barang impor kiriman dengan nilai transaksi di bawah US$75, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 199/PMK.010/2019 telah mempersempit akses fasilitas tersebut hanya untuk barang impor kiriman dengan nilai transaksi kurang dari US$3,” jelasnya.
Secara umum, kontrol harga melalui instrumen bea masuk terhadap barang impor seringkali dinilai sebagai opsi yang cenderung lebih baik jika dibandingkan dengan kontrol kuantitas.
Pengenaan bea masuk memang mempengaruhi harga jual barang impor, tetapi dalam membeli, konsumen pasar online dapat dengan mudah melihat dan membandingkan harga barang impor sesudah bea masuk dengan harga barang yang ditawarkan penjual lokal.
Meski didasari niat baik mendukung UMKM lokal, penggunaan instrumen seperti penetapan batas maksimal peredaran barang impor serta pembatasan transaksi lintas negara pada pasar digital justru dapat melukai bukan hanya konsumen, tetapi juga pelaku usaha eceran lokal apabila tidak disertai kemampuan membuktikan adanya praktik tarif predator, ujar Thomas.
Ia merekomendasikan, perlindungan dan dukungan terhadap UMKM sebaiknya dilakukan melalui pencabutan ketentuan kewajiban memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (SIUPMSE) yang terdapat dalam Permendag Nomor 50/2020.
Dengan mengurangi barriers to entry, diharapkan UMKM dapat semakin termotivasi untuk bergabung ke dalam pasar digital, membiasakan diri untuk bersaing, i dan dengan dukungan dari pemerintah, meningkatkan produktivitas.
Sumber : https://akurat.co/pembatasan-kuota-impor-berpotensi-lukai-umkm
0 comments:
Post a Comment