Friday, April 13, 2018

Koran Sindo : Resolusi UMKM Indonesia

Fajar S PramonoAsisten Wakil Presiden sebuah Bank Pemerintah, Penulis Buku UMKM

SEHARUSNYA resolusi se­ma­cam ini keluar atau di­afir­ma­sikan sendiri secara ko­lek­tif dan masif oleh komunitas en­trepreneur  atau kelompok UMKM melalui berbagai ranah. Apa­kah itu ranah forum kon­ven­sional, ranah dunia maya atau ranah media sosial. Tapi ru­panya gema yang didambakan i­tu tak kunjung terdengar hin­­g­ga menjelang akhir minggu k­e­ti­­ga tahun 2018 ini.

Padahal, selama 2017, angin se­gar kebijakan pemerintah dan kepedulian berbagai pihak ten­tang bagaimana me­nis­ca­ya­kan UMKM agar bisa menjadi pi­lar ekonomi yang semakin be­sar sangat kencang berembus.

Lantas apakah itu berarti ada yang ”kurang beres” de­ngan se­ma­ngat dunia en­tr­epr­e­neur­­ship  mi­kro, kecil dan me­ne­ngah kita?

Mestinya tidak. Justru seh­a­rus­nya ungkapan harapan pe­la­ku UMKM dengan mudah di­la­ku­kan (dan ditemukan) ketika du­nia ini sudah masuk era di­gi­tal. Media sosial atau fitur tek­no­logi yang berkembang pesat satu dasawarsa terakhir ini se­ha­rusnya bisa membuat suara dan aspirasi UMKM menjadi le­bih terdengar (dan terlihat).

Maka mari membuat sedikit eva­luasi meski sampai tulisan ini dibuat, data valid mengenai jum­lah, perkembangan, dan lain-lain seputar UMKM tahun 2017 belum banyak diekspos.

Pertama, tentang jumlah UMKM. Jumlah pasti UMKM In­­­donesia per Desember 2017 me­­­mang belum diumumkan se­­­ca­­ra resmi. Jika men­da­sar­kan di­ri ­pada data terakhir yang ada (se­mes­ter I 2017), jum­­lah UMKM In­d­onesia su­dah me­nem­bus ang­ka 60 juta UMKM dan eko­nom Indef Bhi­ma Yu­dhis­­tira mem­p­rediksi ada­nya ke­n­aikan hin­g­ga se­jum­lah 65 ju­ta unit UMKM di ta­hun 2017-2020.

Namun pernyataan Menteri Ko­perasi dan Usaha Kecil Me­ne­ngah Anak Agung Gede Ngu­rah Puspayoga bahwa per­sen­ta­se UMKM di Indonesia sudah me­ningkat signifikan dan me­nem­bus ”batas psikologis” per­sen­tase UMKM kategori negara ma­ju yang sebesar 2% menjadi ka­b­ar yang menggembirakan. Da­ri hanya 1,67% di tahun 2013/2014 telah meningkat men­jadi 3,1% pada paruh awal ta­hun 2017.

Kedua, mengenai kon­tri­busi UMKM terhadap pen­da­pat­an do­mestik bruto (PDB). Ang­ka yang tercatat di awal ta­hun 2017 mencapai 61,41%. Na­­mun pada Agustus 2017, be­­be­ra­pa peng­amat mem­pre­dik­si bah­wa kon­tri­busi UMKM ter­ha­dap PDB akan tu­run di akhir ta­hun se­ba­gai aki­bat lesunya sek­tor per­da­gang­an dan industri.

Kedua fakta di atas adalah kon­­­tradiksi. Di satu sisi per­tum­­bu­h­an dan persentase jum­­lah UMKM yang me­ning­kat cu­kup sig­nifikan me­nyi­rat­kan gai­rah eko­nomi yang me­lonjak dan o­p­ti­misme pe­nguat­an peran UMKM dalam eko­nomi negeri. Na­­mun ke­nya­taannya kon­tri­bu­­sinya ter­ha­dap PDB justru  tak li­nier de­ngan jumlah pe­ning­kat­an kuan­titas UMKM ini.

Resolusi Berbenah Diri 

Melihat kenyataan di atas, UMKM Indonesia harus ber­be­nah. Kata ”berbenah” jauh lebih po­werful  daripada ”pem­be­nah­an” karena istilah ”pe­m­be­nah­an” mengesankan gerakan yang per­ubahannya dilakukan oleh fak­tor luar (pemerintah, ko­n­sul­tan, motivator, dinas terkait, dan lain-lain). Sementara ”ber­be­nah” menyiratkan kesadaran dan keaktifan mandiri dari para p­e­laku UMKM itu sendiri.

Apa yang mestinya di­re­so­lu­si­kan oleh UMKM jika secara kuan­titas sudah meningkat baik, tetapi secara kualitas be­lum bisa memberikan harapan be­sar akan perannya bagi eko­no­m­i Indonesia?

Pertama, bergabung dalam se­buah komunitas. Semakin ba­nyak pelaku UMKM terlebih yang bergerak dalam industri yang sama memang me­nyi­rat­k­an persaingan yang lebih ke­tat antar-UMKM. Tapi, per­ca­ya­lah, kompetitor yang se­ka­ligus merupakan kolega dalam sa­tu komunitas jus­tru bisa men­­j­adi lev­­erage  bagi pe­ning­­katan usa­ha. Sharing ex­pe­rience  dan business eva­luat­ing  yang di­la­­kukan secara ko­lektif akan me­n­­jadi hal yang sa­ngat me­nye­nang­­kan dan men­cip­takan se­ma­ngat pe­ngem­bangan diri.

Ke­ber­adaannya akan memacu sa­tu sama lain untuk berlomba me­­ningkatkan level bis­nis­nya tan­pa harus me­ning­galkan teman-te­man­nya. Bahkan bisa be­kerja sa­ma. Karena se­sung­guh­nya da­lam konteks pe­ngem­bangan eko­no­mi negeri, yang layak di­se­but sebagai kom­pe­­titor bagi kita adalah UMKM asing. UMKM man­ca­negara yang jika kita tidak mam­pu ber­peran dalam ekonomi ­do­m­e­s­tik, merekalah yang akan meng­am­bil peran itu.

Besar bersama, maju ber­sama. Ini moto yang bisa di­pe­gang dalam sebuah komunitas us­a­ha yang positif.

Kedua, untuk kesekian kal­i­n­ya: go digital ! Wajib. Harus. Ku­du. Itu jika usahanya ingin ­ber­kem­bang dan meluas. Era in­ter­net of thing  (IOT) dan era aku­n­ta­­bi­litas ini mensyaratkan di­gi­ta­­lisasi sebagai pendorong uta­ma kecepatan perkembangan dan percepatan penerimaan pa­sar yang semakin melek digital dan suka kepraktisan.

Digitalisasi oleh pelaku UMKM juga memungkinkan ma­kin mudah dan layaknya me­r­ek­a untuk memasuki market place  yang sekarang makin men­­j­a­mur. Market place  di­ya­ki­ni bisa mengalahkan con­ve­n­tio­nal market, baik secara omzet mau­pun pemenuhan jenis pro­duk yang dibutuhkan customer.

Penciptaan cashless society  yang terus didorong p­­em­e­rin­tah juga menjadi alasan utama ba­gi pentingnya digitalisasi UMKM. Pasar-pasar tradisional kini mulai mengalihkan pola pem­bayaran manual pada pengg­unaan e-money  dan pe­man­f­aatan EDC (electronic data cap­ture). Beberapa kedai mo­dern bahkan sudah mem­per­k­e­na­l­kan penerapan kode digital (QR  c ode) untuk pemberian in­for­masi produk dan prosedur pem­b­ayarannya. Ini luar biasa dan ”berbahaya” sekaligus jika U­MKM tidak bersedia men­ye­suai­kan dirinya.

Saat ini Kementerian Ko­pe­ra­si dan UKM, Kementerian Ko­munikasi dan Informatika, pe­merintah daerah serta para pe­laku bisnis e- commerce  gen­car me­lakukan Gerakan Nasio­nal Di­gitalisasi UMKM. Tu­ju­an­nya tak lain untuk menciptakan ke­kuatan ekonomi nasional ber­­basis UMKM. Para pe­la­ku UMKM kon­ven­sio­nal harus ma­suk ju­ga dalam gerakan ini.

Ketiga, berani me­mupuk mo­dal dari berbagai sum­ber da­na. Saat ini UMKM masih ba­nyak yang sekadar men­g­­and­al­kan mo­dal dari kantong sen­di­ri atau keluarga. L­e­bih dari itu ada­lah dari per­bankan yang ka­dang ka­la masih di­ke­luh­kan ka­re­na adanya ke­nd­a­la fo­r­mal un­tuk men­da­pat­kan kre­dit. Se­men­tara di luaran ma­sih banyak sum­ber yang bisa digali.

Dana PKBL (Prog­ram Kemitraan dan Bi­na Ling­kung­an) badan-badan usa­­­ha, dana ventura, men­­­ja­mur­nya in­ves­tor murni yang se­­ka­dar meng­ingi­n­kan da­nanya ber­putar tan­­pa harus terjun lang­sung meng­urus bisnis dan se­ba­­gai­nya adalah alternatif sum­ber per­modalan yang layak di­per­tim­bangkan. Tentu semua itu ­harus didukung per­hi­tung­an dan kedisiplinan yang kuat agar pola subsidi dan atau pe­min­­jaman itu tidak berakhir pa­da kesengsaraan usaha.

Para pemilik dana di atas akan memilih dan yakin ketika UMKM yang menjadi objek kr­e­dit atau objek investasi itu me­lek digital dan tergabung dalam ko­munitas bisnis yang bo­na­fide. Informasi mengenai ka­rak­ter pengelola usaha dan ko­n­di­si usaha akan lebih mudah me­reka dapatkan dari ke­ber­ada­an jaringan dan komunitas yang ada. Maka sangat di­sa­yang­kan jika UMKM hari ini pu­nya mimpi berkembang sendiri ha­nya dengan dalih kompetisi.

Keempat, memanfaatkan ke­pedulian yang semakin tinggi dari dunia dan negara atas pe­n­ting­nya mengembangkan UMKM. Tahun 2016, 11 negara yang didukung Sekretaris Jen­de­­ral PBB Ban Ki-moon telah meng­­­inisiasi Hari UMKM In­ter­na­sional yang ditetapkan ja­tuh pa­da tanggal 27 Juni.

In­do­ne­sia juga telah menetapkan Ha­ri UMKM Nasional setiap tang­g­al 31 Maret. Apa artinya? Itu wujud sim­bolik pengakuan du­nia dan ne­gara bahwa UMKM tidak bisa di­pandang se­be­lah mata ke­du­duk­annya da­lam penentuan sis­tem dan kon­d­isi ekonomi suatu bang­sa. Dan tentu pemerintah ti­dak ha­nya akan tinggal diam tan­pa aksi yang jelas melalui program-programnya.

Apa yang harus dilakukan UMKM Indonesia? Merapatlah ke­pada instansi-instansi pe­me­rin­tah. Dinas-dinas terkait. Ja­ngan sampai tertinggal infor­ma­si dan kesempatan untuk me­ngembangkan UMKM yang te­ngah dirintis. Manfaatkan ber­ba­gai forum seminar, pel­a­tih­an, pendampingan, dan ke­sem­patan menampilkan pro­duk usaha pada berbagai event  pa­meran yang akan diadakan. Ak­tiflah berkonsultasi dan men­cari informasi tentang ren­cana aksional lembaga pe­me­rin­tah terkait. Lakukan ber­sa­ma komunitas usaha yang solid. Ja­ngan pasif.

Demikianlah. Semoga re­so­lu­si ini telah menjadi ”bara se­ma­n­­gat” dalam jiwa UMKM In­d­o­nesia meski tak keluar se­ba­gai afirmasi resolusi awal tahun 2018. Toh sesungguhnya res­o­lu­si perbaikan dan pengem­bang­an di­ri bisa dilakukan ka­pan saja. Per­gantian tahun pun se­kadar tong­gak waktu dalam se­buah ke­la­z­iman. Sementara tong­gak wak­t­u itu sendiri ada­lah ”cipt­a­an” kita sendiri. Manusia.

Jadi tak ada kata terlambat un­tuk ber-resolusi. Hari ini? Besok pagi? Mari.

sumber:https://nasional.sindonews.com/read/1278750/18/resolusi-umkm-indonesia-1517531360/26

0 comments:

Post a Comment