Thursday, June 3, 2021

Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia Jangan Hanya Slogan


Setahun sudah Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia dicetuskan oleh Presiden Joko Widodo, tepatnya pada 14 Mei 2020. Pada 2020, ada 3,7 juta unit usaha kecil dan menengah dan industri kecil menengah sudah onboarding dalam gerakan nasional tersebut.


Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi bersama Kementerian Perindustrian membangkitkan kampanye ”Bangga Buatan Indonesia” sebagai bentuk gotong royong dan solidaritas bagi pelaku IKM/UMKM. Gerakan ini bertujuan agar masyarakat Indonesia memprioritaskan produk-produk dalam negeri yang dihasilkan UKM lokal.

Untuk menyukseskan gerakan ini, para UKM dan IKM diajak masuk dalam ekosistem digital walaupun selama ini pemanfaatan media sosial sudah menjadi alat promosinya. Secara ideal, gerakan ini berupaya mengakselerasi perputaran ekonomi dan menjadi sarana pemerataan pertumbuhan ekonomi di seluruh Indonesia, sekaligus menunjukkan keberpihakan pada produk-produk dalam negeri.

Slogan yang menarik tak seindah realitasnya. Batik, misalnya. Di balik keindahan karya seni dalam selembar kain itu kini semakin banyak tersimpan cerita muram. Di sudut kota Pekalongan, Dudung, perajin batik yang sudah 35 tahun malang-melintang di kerajinan batik, harus mengelus dada. Dahinya mengernyit ketika memandang rumah produksinya.

Tak ada lagi ibu-ibu duduk melingkar di hadapan kompor kecil yang memanaskan malam atau lilin batik. Satu per satu perajin yang lihai mempermainkan aneka canting tak lagi giat menorehkan rancangan motif batik.

”Lha, mau bagaimana lagi? Sebelum Lebaran, pameran di Pondok Indah Mall dan Grand City Surabaya enggak ada hasil memuaskan. Ibaratnya, (mereka) yang datang enggak beli-beli dan yang (mau) beli enggak datang-datang. Takut virus korona, perajin pun sebetulnya juga takut dengan korona,” kata Dudung kepada Kompas dari Pekalongan, Jawa Tengah, Kamis (26/5/2021).

Dudung sempat membaca situasi Jakarta. Pameran ”Warisan” dan Inakraft yang menjadi harapan bagi perajin tak kunjung ada kepastian. Sementara uang perajin ”terparkir” di penyelenggara demi mendapatkan lokasi booth pameran. Mau diambil uangnya, nanti terancam enggak punya kepastian bisa ikut pameran lagi.

Situasinya luar biasa berat bagi perajin. Berbagai strategi pemasaran mulai via grup Whatsapp ataupun pribadi hingga sarana media sosial lainnya sudah dilakukan untuk mendongkrak penjualan. ”Membeli karena rasa iba tak selamanya bisa dilakukan. Bahkan, ada pelanggan yang harus diam-diam membeli karena merasa enggak enak dengan perajin,” ujar Dudung.

Perajin batik Wulan Oetoyo pun tak bisa menampik susahnya perdagangan batik saat ini. Musuh besarnya tak kelihatan. Pandemi Covid-19 bukan saja menghancurkan perdagangan, tetapi sudah membuat sebagian besar perajin merumahkan karyawan-karyawannya. Ada yang dari 200 karyawan tinggal tersisa 10 orang.

Bekerja dari rumah (WFH) mengubah segalanya. Tiga bulan pertama, perajin membuka terobosan dengan menciptakan masker batik. Ketika sebagian acara resmi ditiadakan diganti dengan pertemuan via Zoom, penjualan batik melorot tajam. Karena masyarakat lebih banyak di rumah selama pandemi, permintaan daster batik sempat booming dan menjadi harapan bagi perajin batik tradisional. Namun, batik printing pabrikan menjatuhkan pasaran batik.

”Betul-betul diuji luar biasa para perajin batik tradisional. Slogan ’Bangga Buatan Indonesia’ jangan hanya acara seremonial. Daya tahan perajin juga ada batasnya. Hanya promosi foto dan tempelan harga enggak sepenuhnya menarik karena konsumen batik begitu unik. Bukan hanya tertarik motif, tetapi juga harus pegang produknya untuk memastikan kualitas kainnya,” kata Wulan, yang terpaksa merumahkan 10 penjahit dan 8 pemopok batik.

Tak ingin terus menggerutu, Wulan pun memanfaatkan media sosial sebagai sarana promosi. Walaupun hasilnya belum optimal, setidaknya perputaran uang yang bisa dipertahankan. Memperkuat branding menjadi pilihan saat ini agar pelanggan tidak pergi.

Usaha skala kecil berbasis keterampilan, seperti seni batik hingga skala pabrikan berbasis presisi, tak bisa menghindari dampak buruk pandemi Covid-19. IKM logam di daerah Kabupaten Tegal, Jateng, misalnya.

Rizka Dwi Ayu, fasilitator Lembaga Pengembangan Bisnis Tegal, mengatakan, ”Sebagai fasilitator, saya yang biasanya menerima informasi perkembangan omzet kini lebih banyak mendengarkan curhat pelaku IKM. Mereka terpaksa merumahkan karyawan. Ada juga yang beralih sementara membuat face shield dan masker. Ada enam IKM yang beralih produksi.”

”Niatnya memantau produksi, tetapi lebih banyak mendengarkan curhat kondisi usaha selama pandemi,” ujar Rizka.

Dari hasil pemantauan tiga bulan pertama pada awal pandemi Covid-19, penurunan omzet terjadi pada 22 IKM yang beroperasi di LPB Tegal. Secara rata-rata, total omzet sebelum masa pandemi mencapai Rp 3,26 miliar. Begitu memasuki pandemi, omzet turun menjadi Rp 2,02 miliar atau turun sekitar 44 persen. Dari 22 IKM tersebut, penurunan omzet sangat bervariasi dari 20 persen hingga 87 persen.

Presiden Joko Widodo, dalam pembukaan Musyawarah Nasional V Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia di Istana Negara, Jakarta, Jumat, (26/3/2021), mengatakan, program-program strategis di kabupaten yang memecahkan masalah-masalah mendasar dan bisa membawa lompatan besar ke depan harus dilanjutkan dan diprioritaskan.

Salah satu yang diingatkan Presiden kepada kepala daerah adalah perkembangan di daerah akan mempercepat pemulihan ekonomi nasional. ”Ini menjadi kunci. Tetapi, sekali lagi, gas dan remnya harus diatur,” ujar Jokowi merujuk pada perlunya keseimbangan antara mendorong pertumbuhan dan pengendalian Covid-19.

Dalam mendorong pemulihan ekonomi nasional, menurut Presiden, yang paling penting adalah memperbanyak program padat karya, seperti membangun sekolah secara padat karya atau membangun irigasi padat karya. Alasannya, rakyat sekarang ini butuh pekerjaan dan butuh income.

”Yang kedua, bantu UMKM, usaha kecil menengah. Meskipun dari pusat kita sudah memberikan Bantuan Presiden Produktif Rp 2,4 juta, kalau Bapak-Ibu Bupati anggarannya ada dan dan bisa diberikan, berikan tambahan ke sana, pedagang pasar, pedagang asongan, pedagang kaki lima, suntik dana, karena mereka yang terdampak,” kata Jokowi.

Kita semua berharap, Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia tidak sekadar slogan. Semua elemen bangsa, dari masyarakat hingga pemerintah, harus mendukung pertumbuhan UMK dan IKM dengan membeli produk-produk mereka. Selain bisa mengurangi impor, gerakan ini juga akan menggairahkan perekonomian di dalam negeri.

Sumber : https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2021/06/04/gerakan-nasional-bangga-buatan-indonesia-jangan-hanya-slogan/

0 comments:

Post a Comment