REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- BRI Syariah mencatatkan pertumbuhan bisnis yang signifikan di 2019. Pembiayaan BRI Syariah tumbuh 25,29 persen year on year (YoY), menjadi Rp 27,38 triliun.
Pertumbuhan pembiayaan tertinggi di tahun 2019 tercatat dicapai oleh pembiayaan ritel untuk seluruh segmen operasi, baik SME kemitraan, konsumer maupun mikro. Masing-masing tumbuh sebesar 37,39 persen, 28,70 persen dan 26,09 persen. Dengan pertumbuhan ini komposisi pembiayaan BRIsyariah pada tahun 2019 adalah 64,08 persen segmen ritel, dan 35,92 persen segmen komersil.
Capaian ini tidak lepas dari berbagai strategi yang diterapkan manajemen di tahun 2019. Antara lain digitalisasi proses bisnis (i-Kurma), rekomposisi sumber daya manusia dari lini support ke lini bisnis, dan rekomposisi portofolio pembiayaan yang fokus pada core bisnis dan memiliki profil risiko rendah.
Digitalisasi proses pembiayaan memainkan peranan penting bagi pertumbuhan bisnis BRI Syariah. Semula, proses pencairan pembiayaan memakan waktu mencapai 9 hari. Dengan i-Kurma (Kemaslahatan Untuk Rakyat Madani), proses pencairan pembiayaan memakan waktu 1 hari.
i-Kurma adalah aplikasi digital untuk menyederhanakan dan mempercepat proses pengajuan hingga pencairan pembiayaan. Diluncurkan di November 2019, awalnya i-Kurma digunakan untuk mempercepat proses pencairan pembiayaan mikro. Namun di tahun 2020 BRI Syariah akan memperluas penggunannya untuk segmen ritel.
i-Kurma digunakan oleh tenaga pemasar pembiayaan untuk memproses permohonan yang masuk. Aplikasi ini diinstal di telepon pintar tenaga pemasar, sehingga tenaga pemasar BRI Syariah dapat segera memproses prakarsa pembiayaan di mana pun, kapan pun.
Sekertaris Perusahaan BRI Syariah Mulyatno Rachmanto mengatakan dengan i-Kurma, tenaga pemasar tidak harus input data di kantor. Data field sengaja dibuat ringkas untuk mempermudah. Otomatis waktu yang diperlukan untuk pengisian data sampai pencairan akan terpangkas signifikan.
"Efeknya, kinerja tenaga pemasar akan meningkat sampai 30 persen dari sisi jumlah nasabah dan 17,46 persen dari sisi volume pembiayaan yang dicairkan,” urai Mulyatno Rachmanto sesuai RUPST BRI Syariah yang digelar pada Jumat (28/2).
Selain digitalisasi, pertumbuhan bisnis BRIsyariah sepanjang tahun 2019 juga didukung tingkat permodalan dan likuiditas yang memadai dengan rasio kecukupan modal sebesar 25,26 persen atau jauh di atas ketentuan minimum yang ditetapkan regulator, dan Financing to Deposit Ratio (FDR) sebesar 80,12 persen. Lebih penting, pertumbuhan pembiayaan diikuti oleh perbaikan kualitas pembiayaan. Dari 4,97 persen di Desember 2018, BRIsyariah mencatatkan perbaikan NPF di angka 3,38 persen pada Desember 2019, atau turun sebesar 1,59 persen.
Perbaikan kualitas pembiayaan tak lepas dari strategi yang dilakukan oleh manajemen. Manajemen baru BRI Syariah, menurut Mulyatno, fokus dan serius untuk memperbaiki kualitas pembiayaan. Hasilnya kualitas pembiayaan mengalami perbaikan seiring dengan dilakukannya berbagai langkah dan upaya terkait, baik yang bersifat preventif melalui monitoring pembiayaan yang efektif dan proses underwriting yang lebih prudent hingga pengelolaan pembiayaan bermasalah yang tepat termasuk percepatan dalam mencapai recovery.
“Kami sangat serius berupaya melakukan perbaikan kualitas pembiayaan. Salah satu strateginya adalah monitoring pergerakan kualitas aktiva produktif harian secara terintegrasi. Selain itu, BRI Syariah juga melakukan penugasan Satuan Tugas khusus penyelesaian pembiayaan bermasalah di seluruh unit kerja cabang,” jelas Mulyatno.
Sementara dana pihak ketiga (DPK) BRI Syariah tercatat sebesar Rp 34,12 triliun pada tahun 2019, atau meningkat sebesar 18,23 persen dari tahun 2018 yang sebesar Rp 28,86 triliun. Tercatat Current Account Saving Account (CASA) BRIsyariah mengalami peningkatan di tahun 2019 menjadi 44,21% yang sebelumnya pada tahun 2018 sebesar 34,07 persen.
Dengan kinerja tersebut, BRI Syariah mencatatkan pertumbuhan aset sebesar 13,87 persen (YoY) pada tahun 2019 menjadi Rp 43,12 triliun dari Rp 37,86 triliun di tahun 2018 serta peningkatakan laba operasional sebelum pencadangan tercatat sebesar Rp 972,18 miliar di tahun 2019, atau tumbuh 25,16 persen (YoY) dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 776,77 miliar di tahun 2018.
0 comments:
Post a Comment