Wednesday, April 17, 2024

Skema Kemitraan Banyak Salah Kaprah, KPPU Targetkan Satu Juta Penyuluh untuk Mendidik Pelaku UMKM

 

SURABAYA – Pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) melalui skema kemitraan mendapat perhatian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).  Instansi tersebut melihat amanah yang diberikan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tidak sesuai dengan kondisi lapangan.

Anggota KPPU RI Rhido Jusmadi mengatakan, pihaknya sedang menggandeng berbagai lembaga pendidikan tinggi serta organisasi masyarakat untuk melahirkan tenaga penyuluh kemitraan UMKM. KPPU menargetkan setidaknya satu juta penyuluh kemitraan dalam lima tahun ke depan.

“Kami menilai pentingnya kesadaran mengenai kemitraan yang sehat antara UMKM dan perusahaan besar di tanah air. Sebab, kami merasa masih banyak skema kemitraan yang tak adil atau bahkan salah tempat,’’ ungkapnya di Surabaya, Selasa (16/4).

Dia menjelaskan, kemitraan UMKM sendiri dirancang agar nantinya nilai manfaat dari industri atau perusahaan besar bisa dirasakan secara domestik. Sehingga, korporasi diwajibkan menggandeng mitra UMKM dalam melakukan operasional di Indonesia.

Tapi, KPPU merasa banyak praktik kemitraan yang tak adil. Contoh kasus yang ditemukan adalah skema inti plasma yang dilakukan oleh industri kelapa sawit terhadap petani lokal.

Ridho mengatakan bahwa banyak kontrak di mana petani lokal lebih banyak menanggung risiko atau syarat yang sangat berat. “Soal pembayaran hasil panen yang tidak langsung. Sehingga, UMKM bakal kesulitan modal ketika barang atau jasa mereka tak dibayar tepat waktu,” bebernya.

Maka, tenaga penyuluh sangat diperlukan untuk mendidik UMKM yang ingin atau sedang bermitra dengan perusahaan. Sehingga, mereka bisa paham tentang prosedur dan skema yang ada. Mereka juga bisa mengadu jika merasa ada kemitraan yang tidak adil.

Ridho mengatakan, saat ini kebanyakan permasalahan terlihat di sektor perkebunan atau perunggasan. Sebab, volume besar dengan prosedur yang rumit. “Di Jatim masih belum kasus yang muncul. Namun, Jatim harusnya juga menjadi perhatian karena populasi UMKM di Jatim juga tinggi,” ujarnya.

Kepala Kanwil IV KPPU Dendy Sutrisno menambahkan, kemitraan UMKM di tanah air memang masih bias. Banyak perusahaan besar melabeli mitra pada hal-hal yang salah. Misalnya, penyuplai UMKM yang disebut mitra padahal hanya beli putus.

Banyak juga yang menggandeng “mitra” UMKM yang tidak berkaitan dengan core business. Misalnya, perusahaan manufaktur bahan konstruksi yang menggandeng UMKM pengrajin kripik tempe. “Misalnya, pabrik semen ya seharusnya mitranya adalah UMKM penyedia suku cadang atau jasa terkait bisnis utama. Kalau tidak berkaitan itu namanya CSR,” tuturnya.

Menurutnya, kemitraan UMKM semangatnya adalah mengembangkan usaha kecil untuk menjadi naik kelas. Serta, mengembangkan mata rantai lokal untuk semua sektor usaha. “Sehingga, manfaat yang diperoleh dari proses industri dan bisnis bisa benar-benar terjadi,” katanya. (bil/JPG/rom)

Sumber: https://www.startsmeup.id/2024/04/skema-kemitraan-banyak-salah-kaprah.html

0 comments:

Post a Comment