Monday, May 17, 2021

Hak atas Kekayaan Intelektual Masa Depan Menopang UKM Terus Bertumbuh


JAKARTA, investor.id - Meskipun terdapat banyak manfaat hidup di dunia yang semakin bersifat global dan digital, mencakup konektivitas yang lebih besar, perdagangan global yang meningkat, dan berbagi informasi yang lebih baik, tetapi manfaat mutlaknya adalah potensi pelanggaran hak kekayaan intelektual (HAKI) yang jauh lebih besar.

Sekarang, yang lebih penting dari sebelumnya adalah bahwa bisnis terutama usaha kecil dan menengah (UKM), mengambil tindakan yang diperlukan secara proaktif untuk mengurangi risiko tersebut.

Pentingnya UKM dalam ekonomi global tidak dapat terlalu ditekankan. Menurut data Bank Dunia, UKM sekitar 90 persen dari bisnis dunia, mempekerjakan sekitar 50 persen dari tenaga kerja global dan menghasilkan hingga 40 persen pendapatan nasional di banyak negara berkembang.

Di era yang didominasi oleh ketidakamanan ekonomi global, yang diperburuk dengan pandemi COVID-19, UKM sangat perlu menyadari dampak signifikan kepemilikan HAKI dalam hal pendapatan, daya tahan, dan daya saing. Kajian tahun 2021 yang dilakukan bersama oleh EUIPO dan European Patent Office (EPO) atau Kantor Paten Eropa menjelaskan bahwa UKM yang memiliki HKI mempunyai pendapatan per karyawan 68% lebih tinggi dibandingkan UKM yang tidak memiliki HKI sama sekali.

Bagi banyak UKM, hal tersebut bukan satu-satunya insentif finansial. Marc Peeters adalah mitra pendiri Bambu Nusa Verde (BNV), UKM yang didanai Eropa dengan kantor pusat di Indonesia, yang mengekspor tanaman untuk produk akhir bambu.

Peeters menyatakan bahwa salah satu alasan BNV mampu mengonsolidasikan posisinya di pasar Asia Tenggara adalah karena investasi awal dalam proyek tersebut dilindungi oleh HAKI. Seperti dijelaskan oleh Peeters, perusahaan mendaftarkan HAKI untuk melindungi dari potensi kesulitan” sehingga pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan perusahaan, seperti para pesaing yang menggunakan teknologi serupa.

Inti permasalahan tersebut adalah bahwa BNV, seperti banyak perusahaan, berpusat pada ide inti yang unik dan teknologi serupa yang kemudian dapat dimonetisasi. Oleh karena itu, melindungi ide tersebut berarti melindungi bisnis itu sendiri.

Peeters menambahkan bahwa BNV memiliki motif ganda untuk melindungi Bamboo BioTechnology (BBiT) yang bersifat inovatif. Pendaftaran HAKI tidak hanya membuat perusahaan lebih tangguh terhadap pesaing, tetapi juga berpotensi melisensikan teknologi kepada pihak ketiga, sehingga meletakkan dasar untuk ekspansi di masa mendatang.

“Meskipun menerima banyak permintaan untuk akses ke teknologi BBiT, hingga kini, kami enggan melakukannya karena kurangnya pendaftaran HAKI,” katanya.

UKM sangat penting untuk menyadari bahwa kepemilikan HAKI memiliki manfaat lebih dari sekadar mencegah pemalsuan dan pelanggaran.

Mendaftarkan HAKI mencegah kerusakan potensial dan signifikan yang dapat diakibatkan dari kegiatan tersebut. Selain itu, membuka peluang komersial yang luas untuk ekspansi perusahaan dan perizinan kepada pihak eksternal apabila dilakukan pada tahap awal pengembangan.

Sebagian besar pengakuan BNV terhadap kebutuhan untuk mendaftarkan HAKI berasal dari sifat gagasan yang benar-benar khas yang ingin dilindungi. Pada dasarnya, manfaat keuangan merupakan kunci, tetapi juga melindungi energi dan upaya yang didedikasikan untuk melakukan penelitian dan pengembangan BBiT, serta penelitian ini sedang berlangsung.

Saat ini, separuh karyawan BNV bekerja di laboratorium agar terus menyempurnakan dan melakukan inovasi teknologi untuk mengimbangi ekspansi perusahaan dan membuat pekerjaan penting perusahaan tersedia secara lebih luas. Hal tersebut tidak akan mungkin terjadi tanpa kepemilikan HAKI yang melindungi gagasan inti perusahaan.

Untungnya bagi BNV, pemegang saham terbesar perusahaan, Jan Oprins, sejak awal menyadari perlunya mendaftarkan HAKI. Setelah melakukan pendaftaran HAKI, maka akan mendapatkan paten di AS. Namun, menurut Peeters, hanya setelah bertemu dengan perwakilan dari proyek IP SME Helpdesk Asia Tenggara, inisiatif dari Komisi Eropa di Jakarta, “bola mulai bergulir” untuk melakukan pendaftaran HAKI secara lokal. HAKI bersifat teritorial, dan oleh karena itu, hanya berlaku di negara tempat pendaftaran HAKI. BNV segera memulai proses pendaftaran HAKI. UKM perlu mengambil tindakan secara proaktif.

Dalam kasus ini, Tiago Guerreiro, Pemimpin Proyek SEA IP Key menambahkan, mencegah pelanggaran KI (Kekayaan Intelektual) jauh lebih efektif dari menangkal pelanggaran KI, sehingga UKM memperoleh manfaat besar dari mendapatkan paten dan desain yang relevan sebelum mulai beroperasi di wilayah tersebut.”

BenoĆ®t Tardy, Penasihat Bisnis KI dari IP SME Helpdesk Asia Tenggara menyetujui, pesan yang ingin disampaikan Helpdesk dengan moto kami, #KNOWBEFOREYOUGO. Agar UKM terlindungi sepenuhnya di Asia Tenggara, UKM sangat perlu mendaftarkan hak KI mereka sebelum memulai operasi di sana. Pengaturan waktu sangat penting.”

Karena BNV ingin terus berekspansi secara lokal serta berpotensi memberikan lisensi BBiT ke perusahaan dan negara lain, praktik pendaftaran yang solid merupakan bagian penting dari visi tersebut. Tercermin pada pengalaman perusahaan, Peeters akan sangat merekomendasikan UKM yang baru memulai untuk melindungi gagasan dan prosesnya. “Sekarang, saya tahu caranya,” katanya.

Untuk UKM Eropa mana pun yang tidak dapat terbiasa dengan proses dan penegakan, perlu diperhatikan bahwa beberapa alat, termasuk IP Key Asia Tenggara, proyek kerja sama internasional yang dilaksanakan oleh European Union Intellectual Property Office (EUIPO) atau Kantor Kekayaan Intelektual Uni Eropa, dan IP SME Helpdesk Asia Tenggara hadir membantu UKM Eropa agar melindungi KI mereka di Asia Tenggara, tanpa biaya.

Sumber : https://investor.id/international/hak-atas-kekayaan-intelektual-masa-depan-menopang-ukm-terus-bertumbuh 

0 comments:

Post a Comment